Cerpen ini adalah cerpen pertama yang saya tulis waktu itu saya masih kelas 2 SMP. jadi mohon dimaklumi ya ^_^
By : Fitri Ayu Larasati (FAL) ^_^
Bagiku
dan teman-temanku di kota, itu hanya “GUBUK TUA” yang tak layak huni. Tapi lain
bagi janda tua yang satu ini dan anak semata wayangnya. Baginya gubuk itu
adalah rumah terbaik yang mereka miliki, tempat yang nyaman untuk tidur dan
berlindung. Meskipun itu adalah gubuk tua yang seperti tak layak huni,tapi
gubuk itu mempunyai kelebihan yaitu air hujan tidak bisa masuk melalui
atap-atap gubuk. Itu mungkin karena keikhlasan hati penghuninya yang rela
menerima keadaan.
Penguni
gubuk itu bernama Sunar,beliau adalah seorang janda tua yang bermata pencarian
sebagai buruh tani yang gajinya tak seberapa. Dan beliau mempunyai seorang
putra yang menurut ku tampan, dia bernama Rizki. Dia seorang pria yang taat
kepada agama dan orang tuanya. Dia mau bekerja keras membantu ibunya yang
seorang buruh tani. Rizki dan ibu Sunar meski dalam keadaan seperti itu tetap
bisa tersenyum, menurut mereka gubuk tua itu adalah istana yang diberikan oleh Allah
SWT kepada mereka berdua.
Ketika
aku ke rumah itu untuk berteduh karena kehujanan, mereka menerima ku dengan
tangan terbuka dan begitu ramah kepada ku. Meskipun mereka dari pagi belum
makan tapi mereka tetap memuliakan tamunya.
“Nak
Is silakan dimakan. Ini ada singkong rebus, hanya itu yang bisa kami sajikan.”
Kata bu Sunar sambil menaruh sepiring singkong dimeja,seraya tersenyum ramah
padaku.
“Iya
dek, silakan dimakan mumpung masih hangat baru matang loh!” Kak Rizki
mempersilahkan sambil tersenyum ramah, wajahnya semakin terlihat tampan. Aku pun membalas senyumannya.
“Terima
kasih, jadi ngerepotin. Tapi aku minta’ ibu dan kak Rizki ikut makan juga yah,
karena aku yakin kalian belum makan. Ya kan?”
“Kamu
sok tauk banget sih dek”
“Emang
bener kan?”
“Iya
juga sih”
“
Oh iya. Aku kesini mau bilang kalo’ Istana ini tidak akan digusur lagi.” Kataku
sambil memakan singkong. Mendengar perkataan ku mereka tersenyum lega.
“Apa
bener itu dek?”
“Iya
nak. Apa kamu nggak bercanda?”
“Ngapain
aku bercanda kayak gituan? Enggak penting.” Sejak tadi kami ngobrol sambil
menikmati singkong rebus, tak terasa hujan sudah berhenti.
“Oh,iya.
Kak, bu’ aku pamit dulu ya takut bibi
khawatir nungguin aku datang.” Aku pamit untuk pulang ke rumah bibi
dulu.
“
Oh iya dek, gimana kalau kamu kakak anter. Lagian kakak mau ke surau, kan searah.”
“Ya
udah boleh kak kebetulan malah, jadi kan aku nggak takut.” Kak Rizki lalu masuk
kamar untuk mengambil sarung.
“Emang
takut sama siapa sih? Kan disini nggak ada juring.”
“Bukan
hantu kak, tapi anak-anak cowok yang nongkrong di pos itu loh...”
“Ya
ndak salah dong, mereka ngodain kamu. Hla wong kamunya cantik sih.” Tanpa aku
sadari muka ku memerah.
“Yeehh
dibilang cantik gitu aja mukanya merah.”
“Jangan
gitu dong Riz, kan nak Isfanya malu tuh!”
“Ya
udah. Yuk berangkat sekarang.” Ajak kak Rizki padaku.
“Mari
bu’. Isfa ke rumahnya bibi dulu yack, besok pasti maen lagi. Boleh kan bu’.”
“Ya
boleh dong, masa’ gadis secantik nak Is
ini ibu tolak.” Beliau seraya tersenyum padaku.
“Assalamualaikum
buk.” Aku dan kak Rizki pamit pada bu Sunar
“Waalaikumusalam,
hati-hati ya!”
Setelah
sampai di pos ternyata anak nongkrong itu masih menggoda ku .
“Eh
dek, itu tuh fans kamu.”
“Apaan
sih kak Rizki ini.”
“Isfaa...bawa
bodyguard nih yeh.” Goda mereka sambil suwit-suwit
“Hai
Riz mau kemana kamu?” Tanya salah satu yang nongkrong, ternyata itu kak Hudi
sepupuku.
“Eh
Hud. Aku mau ke surau,sekalian nih si Isfa aku ajak bareng katanya dia takut
digodain temen-temen tuh.”
“Dasar
anak manja.” Goda kak Hudi padaku
“Biarin,
aku kan cewek jadi nggak salah donk kalau takut ama mereka” jawabku sambil
melirik kearah teman-teman mas Hudi, “lagian kak Hudi nggak ke surau malah
nongkrong disini.” Sambung ku
“Yah
habis gimana dong aku nemenin temen-temen nungguin kamu sih.” Jawab kak Hudi
santai.
“Ya
udah deh kak kalo gitu aku duluan yak.”
“Ya
udah deh nanti aku nyusul.”
“Ayo
Hud! Duluan ya.” Pamit kak Rizki.
“Oh
iya Riz, nanti aku sama yang laen nyusul.” Jawab kak Hudi.
©©©©©
Akhirnya
kami sampai depan di rumah Bibi.
“Dek
kamu ke surau juga kan?” tanya kak Rizki padaku
“Iya
kak,nanti aku bareng dek Sifa deh.”
“O
ya udah,nanti pulang bareng yah.”
“Iya
kak.”
Akhirnya
aku dan dek Sifa pulang bareng kak Rizki juga kak Hudi.
“Oh
iya dek. Kamu inget ndak kejadian satu tahun yang lalu? itu tuh waktu kamu
bantuin kakak ngusir orang jahat yang ingin mengusur rumah kakak dan warga
lainnya.”
“Iya
kak aku inget itu.”
“Waktu
itu kamu seperti malaikat tahu nggak.” Setelah mendengar semua pujian kak Rizki
aku jadi malu.
Malamnya aku jadi mikirin kejadian setahun
yang lalu, waktu itu ada sebuah perusahaan dari Jakarta yang ingin menggusur
rumah kak Rizki dan lima rumah lain disamping rumah kak Rizki untuk dijadikan
penginapan. Mereka mengaku kalau itu tanah mereka padahal itu milik warga.
Akhirnya aku bisa menolong mereka dengan mengancam membawa kasus ini ke meja
hijau. Mereka pun takut dan minta maaf kepada warga, mereka berjanji tidak akan
mengulangi lagi. Tapi itu semua juga atas bantuan dari papa ku yang seorang
pengacara.
Tak
terasa udah dua minggu aku di desa bibi, sekarang saatnya aku kembali ke kota
untuk meneruskan kuliah seperti biasa dan aku juga udah kangen banget sama
orang tua ku.
©©©©©
2 TAHUN KEMUDIAN
Aku
main lagi ke rumah bibi tapi kali ini aku bersama dengan orang tua ku.
“Assalamualaikum.
Bu Sunar,kak Rizki.” Aku mengetuk pintu gubuk tua itu tak lama kemudian kak
Rizki membuka pintu.
“Eh
dek Isfa. Apa kabar? Makin cantik aja nih.”
“Makasih
kak, Oh yah kak ibu mana?” Kata ku sambil tersenyum.
“Ada.”
Lalu kak Rizki mempersilahkan ku masuk.
“Buk
ini ada dek Isfa.” Tak lama kemudian ibu keluar
“Eh
nak Isfa. Apa kabar nak?”
“Baik
buk. Oh iya bu, niat aku kesini untuk...” Aku tak sanggup meneruskan kata-kata
ku.
“Untuk
apa nak?” Rupanya bu Sunar penasaran, karena aku tiba-tiba diam seribu bahasa.
“Bi...biar
papa saja yang ngomong ya bu. Pa...pa...” Aku memanggil papa yang sedari tadi
menunggu di luar.
“Assalamu’alaikum.”
Papa menampakan tubuhnya dari balik pintu.
“Wa’alaikumsalam..” Ibu Sunar menjawab salam
papa dengan senyum menghiasi wajahnya yang mulai keriput.
“Apa
kabar Sunar ?”
“Baik
Har, ada keperluan apa ya?”
“Begini,
Sunar sebenarnya aku kesini atas permintaan putriku ingin melamar anakmu.
Sebenarnya dulu aku dan almarhum suamimu juga merencanakan untuk menjodohkan
anak kita, Bagaimana menurutmu?”
“Aku
sih terserah Rizki.”
“Kalau
ini yang terbaik. Saya mau karena sejak dulu saya mencintai dik Isfa.” Kak
Rizki mengatakannya sambil memandang ku. Saat itu jantung ku terasa berdegup
dengan kencangnya.
“
Alhamdulillah.” Kami mengucapkan hamdalah bersamaan.
©©©©©
Akhirnya aku dan kak Rizki menikah dan menjadi
suami istri. Gubuk itu menjadi saksi cinta kita. Kami menamainya dengan nama
“GUBUK CINTA”. Sampai kapanpun aku dan kak Rizki tidak akan melupakan gubuk itu
apalagi kak Rizki dan ibu.